Sulawesi Barat (Sulbar) adalah provinsi termuda Indonesia,
yang siap menjadi rising star dalam hal kontribusi pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Saat ini, Sulbar berada di peringkat kedua tertinggi, dalam
pencapaian pertumbuhan ekonomi setelah Bangka Belitung. Berdasarkan catatan
Bank Indonesia, pertumbuhan ekonomi Sulbar yakni 8,4 persen. Gubernur Bank
Indonesia Agus D.W. Martowardojo bahkan yakin pertumbuhan ekonomi di Sulbar
akan berada di kisaran 8,5 persen atau bahkan lebih.
Seperti diketahui, kualitas kakao Sulbar hingga saat ini adalah
yang terbaik se-Asia Tenggara. Bahkan dengan kondisi alam yang sedang dirundung
kemarau pun, kualitas kakao di Sulbar tetap terjaga. Hasil kakao di Sulbar
inilah yang menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi provinsi ke-33
tersebut, disusul kopi, cengkeh, kelapa sawit, dan batu bara. Namun berdasarkan
catatan Badan Pengelolaan Lingkungan Daerah (BPLHD) Sulbar, ada tujuh desa yang
saat ini berada di tahap waspada kekeringan. Melalui dedikasi untuk negeri,
beberapa instansi dan lembaga negara telah mulai turut bergerak mendorong
manajemen perairan di tujuh desa tersebut. Salah satunya dengan menggalakkan
gerakan pipanisasi bagi ketujuh desa tersebut. Pipanisasi Dengan pipanisasi,
diharapkan masyarakat di tujuh desa akan terbantu dalam hal kebutuhan pokok.
Pasalnya, saat ini masyarakat di desa-desa tersebut harus berjalan sejauh 1-2
kilometer ke sumber mata air yang dekat dengan desa mereka. Adapun penggunaan
selang langsung dari sumber mata air, manfaatnya hanya sebatas penduduk yang
terdekat dengan mata air. Hal itu tentu mengganggu produktifitas masyarakat
yang pada umumnya adalah petani kakao dan kopi.
Dengan adanya pipanisasi, maka kendala
tersebut akan teratasi dan aktifitas masyarakat desa semakin meningkat, seiring
dengan meningkatnya kualitas kakao. Salah satu desa yang telah menghitung
manfaat pipanisasi adalah Desa Pati'di yang terletak di Kota Mamuju. Menurut
Kepala Desa Pati'di M. Ridwan, pipanisasi akan mengatasi kendala warganya, yang
belakangan kian mengeluhkan terhambatnya aktifitas bertani mereka. "Para
warga mengeluh, lantaran susah air, mereka terpaksa memakai waktu bertani
mereka untuk mengambil air di sumber mata air," ungkap Ridwan. Alhasil,
produktifitas kakao di desanya ikut terkendala. "Padahal kualitas kakao di
Desa Pati'di ini terbaik se-Asia Tenggara. Saat panen, kakao di sini langsung
dibeli oleh produsen coklat dan es krim terkemuka di dunia," kata Ridwan.
Dia khawatir bila problem ini terus berlanjut, kuantitas dan kualitas kakao
yang dihasilkan menurun. Namun masyarakat Sulbar yakin, walau bagaimanapun,
kondisi provinsinya akan semakin baik. Optimisme masyarakat itu datang bukan
lantaran seiring adanya bantuan dari instansi dan lembaga negara yang ingin
ikut berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Tapi
karena masyarakat Sulbar kreatif.Ini intinya," ujar Ridwan. Menurut Gubernur Sulbar Anwar Adnan Saleh, dengan sentuhan dukungan yang tepat, selain akan semakin mendorong peningkatan sektor perkebunan dan pertainan, juga akan mempercepat peningkatan pertumbuhan ekonomi di provinsi yang dipimpinnya itu. "Manfaat bantuan ini luas. Karena mampu meningkatkan kembali semangat warga untuk bertani, yang sempat lesu karena masalah pengairan tadi. Pada akhirnya, itu akan berujung pada peningkatan perekonomian di Sulbar," ungkap Anwar Adnan. Terlebih Ridwan yang mengatakan, penduduk Desa Pati'di telah menyiapkan sesuatu yang lebih lagi. "Pipanisasi, targetnya adalah kemudahan air untuk warga Desa Pati'di yang umumnya berprofesi sebagai petani kakao.
Diharapkan masalah warga teratasi sehingga semangat kerja dan produktifitas pun semakin meningkat. Tapi kami punya target yang lebih dari sekedar," kata Ridwan. Kualitas dan Kuantitas Apakah itu? Ridwan memaparkan, bantuan-bantuan yang berupa dukungan pipanisasi dan alat pendukung manajemen perairan untuk masyarakat Desa Pati'di memang secara tak langsung akan meningkatkan produktifitas hasil pertanian melalui pemberdayaan masyarakat. Mekanismenya yakni dukungan fasilitas pengairan tersebut akan menuntaskan masalah warga, kemudian kegiatan pertanian pun kembali normal dan bahkan diharapkan semakin meningkat. "Namun kami bisa membuat bantuan itu bermanfaat langsung bagi kegiatan pertanian, yakni ketersediaan air secara langsung ke tanaman pertanian kami, kakao, kopi, sawit dan lainnya. Karena selama ini, tanpa bantuan pun kami bisa menghasilkan produk pertanian yang baik, meski saat ini terkendala kemarau," ungkap Ridwan. Terlebih dengan adanya bantuan tersebut, M. Ridwan dan para tokoh desa lainnya yakin produksi hasil alam daerah mereka semakin meningkat. Saat ini pihaknya telah membuat perhitungan khusus dalam hal pengairan, yang dibagi dalam prioritas : untuk keperluan hidup warga desa dan untuk kawasan pertanian.
Selama ini, kesemuanya dilakukan secara acak, yakni air dari satu sumber mata air digunakan bersamaan. "Apalagi belakangan ini. Kemarau, sumur kami kering, membuat kami berjalan ke mata air untuk kebutuhan hidup lalu untuk pertanian. Akhirnya menyita kegiatan pertanian. Itu dari sisi tak langsung," ungkap Kepala Dusun Tappalang Amiruddin. Dari sisi pengaruh langsung ke hasil pertanian, lanjut Amiruddin, adalah kualitas kakao yang menjadi buruk. Dari pantauan langsung di lokasi, tampak di bagian atas pohon kakao, dedaunan kering dan buah-buah kakao yang busuk. Hal itu lantaran air tidak mencapai ke atas pohon. "Itu karena kemarau, air tak mampu berdistribusi hingga ke pucuk pohon. Namun kami sudah menghitung rencana penggunaan bantuan fasilitas-fasilitas ini, dimana air akan langsung mengairi pohon sehingga distribusi air untuk pohon kakao sempurna dan mampu menekan potensi kebusukan buah. Panen makin banyak," ungkap Amiruddin. Dengan begitu, kuantitas dan kualitas kakao yang dihasilkan semakin tinggi, kontribusi terhadap pendapatan serta pertumbuhan ekonomi daerah pun ikut meningkat.
Leave a Reply