Puang Sangalla' Laso' Rinding Raja Terakhir Sangalla' Toraja

Salah satu bukti autentik  kejayaan sistem pemerintahan kepuangan itu, kini masih tersimpan dengan baik di museum Buntu Kalando, Lembang Kaero, Dan rumah Palimbong Kecamatan Sangalla, Tana Toraja.

Puang adalah sebutan lain dari raja, yang artinya orang yang memiliki kekuasaan, kebijaksanaan, berasal dari kalangan rulling class, dan mampu memimpin, serta mengatur keteraturan hidup dalam masyarakat.



 Di masanya, Puang Sangalla, yang bernama asli Laso’ Rinding, dikenal sebagai pemimpin yang bijaksana, kuat, cerdas, dan memiliki darah bangsawan Sulawesi Selatan.


 Menurut Cucu Puang Sangalla, A. Pangeran Tandilangi' yang di mana pada saat melakukan Napak tilas Jejak keturunan Lakipadada di Sulsel dan kraton Jogja pada tahun 2012 
Antara kerajaan Gowa, Bone, Kedatuan Luwu, dan Kepuangan di Sangalla, memiliki hubungan historis dan kekerabatan yang sangat erat .
 Keempat wilayah kerajaan ini berasal dari keturunan yang sama, yakni Lakipadada (Karaeng Bajoe) dan Batari Lolo, yang berasal dari Gowa. Lakipadada memiliki Tiga  anak, masing-masing Patta La Mera (yang kemudian menjadi penerus kerajaan Gowa), Patta La Bunga (penerus kedatuan Luwu), Patta La Bantan (kepuangan Sangalla), Versi lain anak puang Lakipadada ada empat yaitu Patta Ladidi yang ke Bone dengan simbol  '' Se'di Boccoe Tellu Ceppagala Eppa'padapada "

Hubungan keempat bersaudara inilah yang dikenal dengan istilah: Sombae ri Gowa, Pajuang ri Luwu, Matasak ri Sangalla, dan Mangkau ri Bone. 

 ''Keempatnya memiliki hubungan yang sangat erat satu sama lain, Sistem pemerintahan adat dari kepuangan Sangalla dimulai sekitar tahun 1925. 


Pada masa penjajahan Belanda, istana Puang Sangalla ini dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan pusat penerangan masyarakat.
Pemimpin di kepuangan Sangalla dipilih oleh masyarakat setempat.
 Fungsi Buntu Kalando sebagai pusat pemerintahan dan rumah kediaman puang Sangalla' berada di Rantela'bi' Tongkonan Palimbong, mulai berubah saat penjajahan Jepang memasuki wilayah Tana Toraja, sekitar tahun 1942.

Saat itu, pemerintah Jepang menghapus atau mengganti semua pemimpin adat eks pemerintahan Belanda, dengan pemimpin yang diinginkan oleh Jepang. Tetapi pusatnya tetap di Buntu Kalando. dan Buntu Kaero


Saat Indonesia merdeka tahun 1945, fungsi pemerintahan benar-benar diambil alih oleh pemerintahan Republik Indonesia, yang artinya untuk jabatan seperti bupati atau camat, ditunjuk langsung oleh pemerintah, bukan lagi dipilih oleh masyarakat adat setempat. Fungsi kepuangan Sangalla hanyalah mengurusi masalah pemerintahan adat.


  Tahun 1970, almarhum Puang Sangalla diupacarakan (Rambu Solo’) di tempat itu, dengan upacara yang sangat besar dan meriah. Upacara pemakaman Puang Sangalla ini tercatat sebagai yang paling akbar di Tana Toraja.

This entry was posted by MEDIA MAHAKARYA PROPERTY. Bookmark the permalink.

Leave a Reply